Kamis, 19 November 2015

"Far Far Away.. Long Long Story" (malam ke-1)

  



Siapa pernah ke Medan dari Bandung..??
Deket ya cuma 2 jam lebih..... kalo naik pesawat.
Berangkat pagi, siang udah sampe. Padahal jarak Bandung-Medan sampe 2000 Km lho.
Yang sering naik pesawat pasti udah biasa liat gunung-gunung dari atasnya, liat bentangan laut yang luaaaaas, liat awan-awan dekat dengan kita. Saya sih bersyukur banget bisa liat itu semua, berarti Allah ngasih kesempatan buat bisa liat banyak ciptaan-Nya. Saya aja kagum nempuh jarak tempat yang sampe 2000 Km bisa dicapai cuma 2 jam doank, berarti kebayang booo cepetnya gimana pesawat yang lagi dinaikin.

Tapi yang sekarang mau saya ceritain bukan perjalanan Bandung-Medan naik pesawat selama 2 jam. Yang ada nanti isi ceritanya cuma ngejelasin gimana saya naik pesawat, duduk, trus 2 jam kemudian turun dari pesawat. Hehe. Cerita kali ini kali-kali aja bisa jadi panduan juga buat yang memerlukan.

Lagi-lagi, berkat merantau yang harus saya jalani, saya jadi punya kesempatan nempuh jarak yang panjaaaang, menyusuri pulau Sumatera dari bagian bawah sampe bagian 3/4 atasnya. Naik mobil pribadi, menyusun sendiri perjalanannya, menghitung sendiri waktunya, memperkirakan sendiri dimana harus menginap dan jalan mana yang harus cepat dilalui karna menghindari bajing loncat yang terkenal banyak di beberapa daerah di lintas Sumatera. Wuhu!! Ini sangat menarik buat saya!

Perjalan merantau ke Medan ini memang mengharuskan saya dan suami untuk lewat darat, bawa mobil pribadi karena memang mobil yang biasa kami pakai di Bandung mau kami bawa pulang kampung. Hihi. Alhasil saya dan suami sibuk mencari rute perjalanan, menghitung jarak tempuh, dan sibuk juga mencari teman yang bisa diajak (untuk gantian bawa mobil). Yang namanya pindah udah pasti donk kami juga sibuk ngosongin rumah kontrakan, mindahin barang-barang dari rumah kontrakan ke rumah mamah (menuh-menuhin rumah mamah jadinya. Haha), dan sebagian barang yang mau dipakai di Medan kami kirim melalui cargo. So, setelah semua kami siapin sesiap-siapnya, tiba waktunya untuk menjelajah Sumatera!!



Rute di atas adalah rute yang kira-kira kami lewati selama perjalanan ke Medan, rencana awal kami adalah perjalanan lewat jalur lintas tengah, ngelewatin Padang biar bisa main dulu, dan dari Padang lanjut ke Medan lewat Bukittinggi, menghindari Pekanbaru yang katanya lagi ada buka tutup jalan karena ada perbaikan jalan. Berangkat Senin siang dari bandung, saya dan suami menuju Jakarta jemput dulu temen suami yang menjadi partner dalam perjalanan kami. Hihi. Temen suami berjumlah 2 orang dan dua-duanya bisa nyetir mobil. Sore harinya saya dan suami sudah sampai Jakarta dan sudah duduk-duduk dengan mereka menunggu agak malam untuk berangkat ke Merak Ferry Terminal.

Sudah lewat isya, sudah shalat dan sudah makan malam, kami pun meluncur ke Merak, dengan perkiraan jam 10 malam sudah harus naik ferry biar nanti nyampe Bakauheni dini hari bisa lanjut jalan dan sampai ke jalan yang rawan sudah terang benderang. Begitulah saran dari Pak Polisi Bapaknya teman saya alias calon adik ipar yang sering bolak-balik lewat jalan lintas Sumatera. Sesuai perkiraan, kami sampai Ferry Terminal sekitar pukul 10 lebih 1 jam (Hehe) dan kebetulan banget saat itu kami bisa langsung naik ke ferry. Kami penumpang terakhir, masuk ke ferry nya aja mobilnya harus jalan mundur. Mending jalan rata, ini jalannya nanjak trus ada beloknya. Alhasil teman suami saya yang sedang giliran bawa mobil (sebut saja namanya Mawar. Hehe) minta diganti, dan suami saya lah yang jadi pahlawannya. *lebay*
Mobil kami diparkir pas dekat pintu masuk ferry, enak, jadi tar keluarnya pertama, ga ngantri-ngantri. Di loket pembayaran tadi kami kena tarif ongkos sekitar Rp 350.000,-.Itu hitungannya berdasarkan golongan mobilnya, ga diliat berapa jumlah penumpang di dalamnya. Saat suami udah bayar ongkosnya tadi, saya buru-buru langsung catat di kertas. Buat hitung-hitung berapa jumlah pengeluaran perjalanan seperti ini. Mulai dari isi bensin berapa aja, bayar tol berapa aja, saya catet semua deh pokoknya. Jadi angka-angka yang saya cantumkan disini sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, tanpa rekayasa, paling dibuletin aja angkanya, bukan dikotakin, apalagi disegitigain. Hehe.

Tadaaaa... di dalam ferry malem-malem mah ga ada cerita apa-apa selain goyang-goyang, bolak-balik kesana kemari cari tempat PW (Posisi Wenak), ujung-ujungnya balik ke mobil, tidur. Untung mobil dapet parkir di ujung deket pintu keluar, jadi masih gampang jalan ke mobilnya. Kalo yang parkirnya di dalem, mendingan jangan tidur di dalam mobil deh, takut kali-kali ada apa-apa sama kapalnya (amit-amit ya), kita bisa cepet lari ke tempat menyelamatkan diri. Kalo parkir yang di dalem tu kan kita susah mau jalannya harus selip sana selip sini, yang ada nanti malah nyelip.

Jam 2 dini hari ferry udah sampe Bakaeuheni, kami pun langsung turun kapal dan keluar dari Ferry Terminal. Antara mau ngikutin saran untuk jalan terus biar nyampe Kotabumi subuh dan ragu karena saat itu jalanan seeepiiiiii banget, paling cuma 1-2 mobil aja yang lewat, akhirnya setelah 60 menitan kami jalan, kami pun singgah dulu di pom bensin. Saya mau jelasin dulu disini kenapa kami ngejar subuh sudah sampai Kotabumi.


Coba liat gambar di atas. Nah, yang namanya daerah Lahat itu terkenal banget sama yang namanya bajing loncat alias perampok jalanan. Suka ngeberhentiin mobil sambil bawa senjata tajam buat mintain semua harta yang dibawa pengemudi dan penumpangnya. Jadi kalo bisa kita lewatin Lahat itu dalam keadaan terang. Siang hari lagi panas-panasnya biar bajing loncat nya kepanasan, kan ogah ya panas-panas nangkring di pinggir jalan, nanti gosong gimana. Masa mau ngerampok harus pake payung. Hehe. Bukan itu sih intinya, intinya kalo siang kan rame di jalannya trus bajing loncatnya juga lagi pada bobok siang. Hihi.

Nah, makanya kami harus terus jalan biar sampai lahat udah terang. Kalo diperkirakan sesuai Google Map kan jam 2 dari bakauheni, bisa sampai lahat jam 12 siang. Lanjut cerita yang tadi di pom bensin, akhirnya kami pun memutuskan untuk lanjut jalan dan dengan yakin kalo daerah di sini masih aman. Setelah sempat kehilangan teman suami saya yang tadi kita sebut Mawar, yang ternyata asik molor di mushala pom bensin, kami pun langsung berangkat. Sepanjang jalan tanpa diketahui suami dan teman-teman nya, mulut saya sibuk komat-kamit baca doa biar dilindungi dan diberi keselamatan sepanjang jalan nan sepi dan gelap gulita.

Tiba waktunya shalat subuh kami berhenti di salah satu masjid di daerah Kotabumi. Setelah shalat kami langsung jalan lagi, kali itu suami saya yang membawa mobil. Tidak ada sarapan pagi itu, karena perbekalan cemilan yang kami punya banyak sekali, kami pun sudah kenyang duluan. Gantian  menyetir dengan teman suami, kami jalan terus dengan tujuan siang sudah sampai Lahat. Kalo sampai Lahat sore, bisa-bisa keburu gelap dan perjalan ke daerah yang cocok untuk menginap bisa-bisa kami lalui dalam gelap. Terlalu berbahaya.

Alhamdulillah jam makan siang kami sudah tiba di Lahat. Mencari-cari tempat makan, tidak sengaja kami melihat 'kawan kami', bus ALS (Antar Lintas Sumatera) yang menuju Medan berbelok ke parkiran sebuah restoran masakan padang. Kami pun mengikutinya dan beristirahat di tempat tersebut. Makan masakan padang, kami bertiga menyantap dengan lahap. Kenapa cuma bertiga? Lagi-lagi, teman suami saya yang kita sebut saja Mawar itu menghilang. Sudahlah biarkan, yang penting makan dulu. Hehe. Selesai makan kami bersih-bersih, mandi, shalat, nyapu, ngepel, nyuci baju, nyetrika. Eh engga, engga, cuma makan dan shalat aja kok.
FYI, restoran yang biasa dipakai tempat singgah bus-bus besar dengan perjalanan jauh ini menyediakan kamar mandi buat yang barangkali mau bersih-bersih setelah menempuh jarak perjalanan yang panjang. Kamar mandinya bersih, airnya pun bersih. Nyaman kok untuk dipakai. Tapi sayang saya lupa nama restorannya dan tidak sempat foto.

Selesai semua kami kerjakan, akhirnya si Mawar datang. Eh sebenernya yang kita sebut saja Mawar ini laki-laki lho ya bukan perempuan. Ternyata dia makan dan shalat di tempat yang berbeda. Setelah bayar, kami lanjutkan perjalanan menuju tujuan berikutnya sebagai tempat bermalam, yaitu Sarolangun. Kami memilih kota Sarolangun bukan tanpa sebab dan alasan.


Kalo mengikuti saran Bapaknya calon adik ipar, kami disarankan untuk menginap di Muara Bungo. Tapi saat di Lahat suami saya dan teman-temannya mengecek perjalanan kesana melalui Google Map, dari Lahat sampai Muara Bungo menghabiskan waktu sekitar 9 jam yang artinya kami berangkat jam 1 siang akan sampai jam 10 malam. Terlalu malam menurut kami, apalagi kami tidak tau bagaimana keadaan di jalan. Akhirnya pilihan kami adalah menginap di Lubuklinggau atau Sarolangun, tergantung jam berapa nanti kami sampai.

Lanjuuuut jalan..

Sekitar jam 5 sore kami sampai di Lubuklinggau. Hari masih terang dan rasa-rasanya masih bisa kalo dilanjutkan ke Sarolangun. Tanpa perbekalan pengalaman sebelunnya tentang daerah tersebut kami pun sempat ragu untuk lanjut atau tidak. Tanya sana-sini, tanya-tanya orang di jalanan, akhirnya kami yakin untuk lanjut saja ke Sarolangun. Lagi-lagi itupun bukan tanpa alasan. Sebenarnya bisa saja kami menyerah dan menginap saja di Lubuklinggau. Tapi rasanya sayang waktu yang ada, bisa-bisa besok pagi kami harus bangun sangat pagi untuk mengejar perjalanan ke tujuan berikutnya, Padang.


Bandingkan gambar di atas. Dengan rencana sampai Solok lanjut mau main dulu liat Air Terjun Lembah Anai trus makan sate padang di Mak Syukur baru ke Padang, kalo kami menginap di Lubuklinggau, perjalanannya akan menghabisnkan sekitar 16 jam, sedangkan kalo dari Sarolangun cuma 14 jam. Cuma beda 2 jam tapi kan lumayan, daripada harus bangun sebelum subuh besoknya, mending capek malam ni, langsung tidur dan besok paginya bangun jam 6 juga bisa.

Akhirnya setelah mengambil keputusan untuk lanjut ke Sarolangun, pukul 8an malam pun kami sampai di Kota Sarolangun, cari-cari tempat makan dan menginap di salah satu hotel dari banyak pilihan hotel di sepanjang jalan lintas di Sarolangun.

"Mbak, minta maaf karena satu kota sedang ada penurunan daya listrik, jadi AC di kamarnya tidak terlalu dingin.", ujar resepsionis hotel saat itu.
"Yaaah. Trus gimana?", ujar saya kecewa. Karena terus terang saya risih kalo di daerah Sumatera yang panas ini tidur tanpa pendingin ruangan (AC ataupun kipas angin), keringatan saat tidur itu mengganggu kenyamanan bermimpi. Hehe.
"Nanti jam 12 malam normal kembali kok, Mbak", jawab sang resepsionis.
"Oooh.. yauda deh.", saya pun akhirnya (mau ga mau), mengiyakan saja. Karena percuma, pindah hotel pun sama saja, karena katanya seluruh kota yang sedang penurunan daya.

Akhirnya kami pun memesan 2 kamar tidur yang masing-masing kamar tarifnya Rp 180.000,-. Saya dan suami 1 kamar (ya iyalah yaaa). Kami pun tidur tanpa memakai selimut padahal AC kami nyalakan. AC nya betul-betul tidak dingin dan cuaca gerah. Huh.

*beristirahat di kota Sarolangun*




Tidak ada komentar:

Posting Komentar